Jeli memilih sekolah yg membuat anak kita unggul dan bukan sekolah yg hanya men klaim dirinya unggul
Keluarga Indonesia yg berbahagia, Hampir semua sekolah saat ini meng-klaim dirinya sebagai sekolah unggulan dengan berbagai variasi kata seperti sekolah Teladan, sekolah Favorit, terkareditasi A dsb. namun nyatanya begitu anak kita disekolahkan di sana malah dinyatakan bermasalah atau mogok sekolah.Yang lebih buruk lagi sekolah yang mengklaim dirinya unggulan tadi tidak mampu membuat semua anak menjadi anak yang unggul dibidangnya masing-masing, padahal untuk bisa masuk saja anak kita harus di saring dulu, dipilih dulu mana yang layak di didik dan tidak layak didik.
Bagaimana mungkin sebuah mesin yang bahan bakunya emas tapi hanya bisa menghasilkan emas kembali bisa dikatakan sebagai mesin yang unggul. Bahkan tukang emas di pasar pun sangat pandai sekali jika hanya diminta untuk membuat perhiasan emas dari bahan baku emas. Justru sebuah mesin yang hebat dan unggul mestinya mampu membuat sesuatu dari bahan baku yang dianggap tak bernilai/sampah menjadi suatu produk yang bernilai jual seperti emas.
Jadi sekolah yg benar2 unggul seharusnya bersedia mengambil murid dari kwalitas apapun dan mampu menghasilkan setiap lulusan berkualitas tinggi layaknya emas 24 karat dengan kualitas 99.99%. Bukan malah memilih2 siswa yg berkualitas emas saja.
Oleh karena itu agar kita tidak bingung dan terjebak pada persaingan promosi Sekolah ada baiknya kita membaca ciri-ciri sekolah yang benar-benar unggul yang nantinya bisa dipastikan akan membuat anak-anak kita benar-benar unggul di kehidupan nyata.Berikut ini ada sebuah tulisan yang mungkin bisa membantu kita semua para orang tua yang hendak mencari sekolah bagi putra-putrinya.
I. Hasil Penelitian Pada Sistem Sekolah yang ada pada umumnya:
Berpusat pada Jasmani saja, bukan pada Jasmani dan Rohani (Holistic) kurangnya pemahaman mengenai aspek rohani yang meliputi fungsi-fungsi kerja otak dan psikologi perkembangan anak dll.Berpusat pada kepentingan guru bukan murid (yang penting sdh ngajar tak perduli murid mengerti atau tidak) Pertanyaan yang lazim diantara para guru dan kepala sekolah....eh sudah sampai dimana ngajarnya....? wah aku mesti ngebut nich waktunya sudah hampir habis.
Berpusat pada target materi/kurikulum bukan dinamika kelas (yang penting target selesai, tak perduli kelas pasif, ribut atau murid bolos sekalipun).
Berpusat pada pemahaman fungsi otak yang terbatas (IQ) bukan pada Multiple Intelligence (Kecerdasan Unik tanpa batas). Pengakuan anak pandai yang sangat terbatas pada kemampuan Eksakta & Verbal. “Jadi wajar bila dalam tiap kelas paling-paling Cuma ada 5 orang saja yang pandai dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Berpusat pada kemampuan Naluri Mengajar bukan pada keahlian profesional mengajar berdasarkan pelatihan. (Sebagian besar guru mengajar berdasarkan naluri dan sedikit pengalaman bagaimana mereka dulu di ajar).
Berpusat pada LOWER ORDER THINKING bukan Highly Order Thinking. (Menghapal soal yang Jawaban sudah ada/dimiliki gurunya).
Berpusat pada 1 Model TES (Verbal Test Model/Schoolastic Aptitude Test) bukan berdasarkan tes beragam yang disesuaikan dengan jenis bidang dan mata pelajaran dan keunggulan spesifik anak.
Berpusat pada hasil akhir (hanya sebagai uji ingatan bukan pada proses perbaikan yang diamati dan dicatat dari waktu kewaktu)
Berpusat pada proses Imaginatif bukan realitas (anak kita tidak pernah mengerti manfaat ilmu yang diajarkan bagi realitas hidup mereka kelak)
Guru sebagai sumber kebenaran (sindrom Teko Cangkir bukan korek api dan kayu bakar) bahwa guru hanya sebagai menuang air bukan pembangkit minat belajar anak.
Berpusat pada ruang dan tempat yang terbatas. (Bayangkan anda duduk disatu ruangan selama berjam-jam, apa lagi kursinya keras) nah itulah yang dialami murid-murid di sekolah kita, duduk dibangku yang keras selama berjam-jam dan harus tetap fokus, kita saja orang dewasa duduk 2 jam di kursi empuk saja sudah tidak fokus dan tergoda untuk ngobrol dengan teman sebelah.
Miskinnya pemberian dukungan belajar/Motivasi dari para guru (guru lebih suka memuji yang sukses dari pada membangkitkan yang gagal serta memuji usaha kebangkitannya, terlepas dari kegagalan demi kegagalan (Sindrom Belajar Sepeda) Dalam belajar sepeda kita bisa baru bisa naik sepeda setelah beberapa kali mengalami kegagalan. Tidak pernah ada anak yang langsung bisa naik sepeda tanpa pernah jatuh.
Guru sebagai penguji bukan sebagai pembimbing, Guru merasa tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan para siswanya dalam ujian yang dibuatnya sendiri. Salah satu sistem pendidikan di perguruan tinggi di AS. menempatkan dosen sebagai pendamping, sedangkan yang menentukan kelulusan adalah pihak luar sekolah yang juga merupakan user langsung dari si siswa. Kegagalan siswa dalam ujian sekaligus menunjukkan kegagalan dosen dalam mengajar. Mestinya di sekolah yg unggul juga begitu.
Berpusat pada Tradisi bukan Kreatifitas (HOT SPOT – Hot Spot adalah kurikulum dinamis dan pembahasan masalah yang tidak didasarkan pada buku wajib, malainkan dibahas dan dikembangkan dari kasus-kasus yang sedang terjadi disekitar kehidupan anak-anak), Sementara Tradisi Kurikulum adalah statis, selalu sama yang diajarkan dan sering kali tidak relevan dengan perubahan zaman yang dialami siswanya sekarang (bayangkan untuk apa anak kita diminta menghafal menteri, dan sekarang malah diminta menghafal tugas Lurah, Camat dsb..?), sehingga pendidikan dari waktu-kewaktu tidak mengalami kemajuan. Ingat waktu kita masih kecil bagaimana kita diajari menggambar..... apa yang yang kita gambar.....? Pemandangan dengan dua buah gunung, jalan ditengahnya, pohon dipinggir jalan.....? nah itulah salah satu contoh metode “Tradisi” dalam mengajar.
Sekolah yg katanya unggulan sekalipun ternyata lebih tepat disebut sebagai Lembaga Pengajaran bukan Lembaga Pendidikan, (Mengajar adalah membuat tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa sedangkan Mendidik adalah membuat anak tidak mau menjadi mau.) Sasaran mengajar adalah Ilmu sedangkan sasaran mendidik adalah moral dan karakter. Oleh karena wajar jika banyak anak didik disekolah yang justru memiliki karakter sama seperti orang yang tidak terdidik.
II. SEKOLAH YG BENAR2 UNGGULAN
Adalah sekolah yg biasa2 saja tapi berhasil membuat SETIAP SISWANYA MENJADI ANAK UNGGULAN DI BIDANGNYA MASING-MASING.
Sistem Sekolah Berbasiskan Multiple Intelligence dan Holistic Learning. Selain memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, ada beberapa poin yang dapat membantu orang tua dalam memilih sekolah yang benar-benar berkualitas bagi masa depan anaknya.
Memiliki Konsep Sekolah yang jelas dan tepat.
Konsep sekolah sangat penting, karena konsep ibarat sebuah “resep” dalam pembuatan kue, Hanya konsep yang tepat sajalah yang akan menghasilkan kue-kue yang berkualitas. Oleh karena itu jenis kue yang sama sering kali memiliki rasa yang berbeda-beda. Hanya kue dengan resep yang tepatlah yang dapat menghasilkan rasa yang lezat dan disukai. Jadi penting menanyakan pada pimpinan hingga bawahan mengenai konsep sekolahnya.
Pemahaman yang mendalam akan konsep sekolah
Seluruh Jajaran mulai dari pimpinan, guru, administrasi secara keseluruhan mengetahui dan memahami Konsep Dasarnya yang dimiliki oleh sekolahnya, dan menerapkan konsep tersebut kepada siswa dalam proses belajar dan mengajar. Program Pengembangan SDM yang kontinu. Guru-guru yang secara terus-menerus mendapat pelatihan dan program pengembangan yang berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan keahliannya.
Melibatkan Orang tua dan anak secara aktif.
Proses ini akan sangat membantu kedua belah pihak untuk dapat menjamin tersolusikannya setiap permasalahan anak. Karena anak pada dasarnya merupakan produk orang tua dan sekolahnya. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan pelatihan pendidikan bagi orang tua, Voluntary Parent, Pemecahan Problem Prilaku Bersama, Kunjungan ke Objek Pembelajaran Luar Sekolah.
Dasar Rekrutmen Guru-guru yang tepat dan ketat.
Pemilihan guru dan para pendidik harus lebih mengutamakan pada Kecintaan kepada anak serta bidang pendidikan bukan pada Gelar-gelar akademik semata, karena banyak sekali guru yang bergelar tinggi tapi justru tidak mencintai bidangnya. Guru yang memahami psikologi perkembangan anak. Para gurunya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai psikologi anak dan pendidikan. (Psikologi Perkembangan, Gaya Belajar, Komunikasi). Dia bisa menjelasakan tidak hanya apa yang diberikan dalam proses pembelajaran akan tetapi juga mengapa dan untuk apa hal itu diberikan pada anak.
Para guru yang menguasai teknik-teknik pengajaran dan pendidikan.
Guru harus menempatkan posisinya sebagai sahabat bagi siswa bukan sebagai instruktur; sehingga siswa merasa belajar dengan sahabatnya bukan dengan instrukturnya.
Sistem dan Pola Pembelajaran yang mengacu pada proses perkembangan kemampuan secara berkala, bukan pada ujian akhir.
Penilaian hasil sebuah pembelajaran adalah proses peningkatan dari waktu-kewaktu kemampuan siswa, mulai dari tidak bisa menjadi bisa dan mahir bukan hanya berbasiskan tes/ujian di akhir masa pembelajaran saja. Sistem ini disebut sebagai “Portfolio Management”Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang memberdayakan kemampuan uggul “unik” setiap anak. Tidak memberlakukan sistem ranking dan rata-rata kelas, akan melainkan menggunakan sistem yang mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan masing-masing individu dengan berfokus pada keunggulannya. Sehingga anak paham akan potensi keunggulan dirinya masing-masing.
Tidak menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat belajar.
Setiap tempat adalah tempat belajar yang baik dan sempurna bagi siswa, sementara kelas adalah hanya salah satunya.
Tidak menggunakan papan tulis dan buku sebagai satu-satunya media belajar.
Media belajar yang baik adalah dengan membuat alat pembelajaran sendiri dari lingkungannya dengan mengandalkan ide-ide kreatif dari guru dan siswa. Buku dan papan tulis hanyalah alat bantu untuk memvisualisasikan apa yang diinginkan oleh guru pada siswanya.
Materi yang seimbang antara akademik dan life skill.
Diluar sekolah anak akan menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan nyata bagi dirinya saat ini dan kelak setelah dewasa. Oleh karena itu pembelajaran kehidupan dan bagaimana untuk dapat hidup dimasyarakat jauh lebih utama untuk dikuasai oleh para siswa.
Bukan hanya mengagung-agungkan nilai EBTA, Sumatif Tes atau IPK,
Itu semua berdasarkan pengalama ternyata kontribusinya tidak besar bagi sukses kehidupan anak kelak.
Mau menerima masukkan dari luar untuk proses pengembangan sistem pembelajaran.
Jelas bahwa sekolah bukanlah institusi yang paling sempurna dalam mendidik dan mengembangkan kemampuan siswa, oleh karenanya sekolah sangat memerlukan berbagai masukan yang tepat dari berbagai pihak untuk dapat mendidik lebih baik.
Anak antusias, kreatif, kritis dan senang sekali bersekolah dan diajak bicara tentang sekolahnya.
Ini merupakah alat ukur yang paling mudah bagi orang tua yang ingin mengetahui apakah sekolah yang dipilihnya cocok untuk anaknya. Anak kita akan menjadi lebih baik dalam waktu 3 s/d 6 bulan.

Komentar
Posting Komentar